CANTIK


Lantunan barazanji(puji-pujian kepada Nabi Muhammad) terdengar dari balik kamarnya. Ia memantapkan hati sebelum melangkahkan kakinya bertemu tamu undangan yang hadir saat itu. Kedua matanya berkaca-kaca, air mata yang keluar dari sepasang bola matanya itu bukan sekedar air mata kesedihan dari jiwa yang tengah gundah. Bukan semata-mata tangisan lara akibat putus cinta, air mata dan tangisan yang tertumpah karena kesedihan, sedangkan rasa gelisah mengiringinya. Ia tak berdaya menahan semua itu, maka  itulah air mata dan tangisan cantik.
Lantai kamarnya basah, seakan-akan baru disiramkan dengan air matanya. Tak ada siapapun di kamar, kecuali gadis ayu itu dan segala macam benda-benda yang ada di dalam sana.
              Ia tengah menangisi keadaan di luar sana, prosesi barazanji yang dihadiri oleh semua orang awam yang tidak pernah tahu hukum dari hal tersebut. Akhirnya ia berdoa kepada Sang Khalik agar senantiasa menguatkan batinnya ketika bertemu dengan ayahnya dalam keadaan muka yang sembab. Kemudian ia benar-benar melangkahkan kakinya keluar dari kamar.
Selang beberapa menit, ayahnya menghampiri “ cantik, cepat kesana, para tamu undangan tengah menanti kehadiranmu”.
              “ Iya ayah, maafkan cantik. Cantik terlalu lama di dalam kamar. “
              “ Tidak apa-apa.”
              “ Tapi ayah, Cantik tidak suka dengan adat yang selalu ayah lakukan ini.”
              “ Kenapa Cantik? Apa ayah tidak salah dengar ? ini hal yang baik nak. Ini sesuai dengan ajaran agama”
              “ Tidak ayah. Ini menentang agama. Cantik sudah katakan pada ayah kalau barazanji itu bid’ah”
              “ Iya, iya. Ayah tahu”
              “ Terus kenapa ayah masih saja lakukan hal itu?”
              “ Karena ayah percaya tentang apa-apa yang pernah dilakukan oleh nenek moyang kita”
              “ Astagfirullah. Istigfar ayah. Rasulullah SAW bersabda : ‘....Dan hindarilah hal-hal yang baru (dalam soal agama), karena semua yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” (H.R Abu Daud dan Tirmidzi –Hasan Shahih-)
              “ Iya......”
              Barazanji itu hal baru dalam agama kita ayah”
              “ Cepat Cantik. Mereka sudah menunggumu sedari tadi”
              “ Baiklah ayah. Yang jelas cantik tak akan berhenti untuk selalu mengingatkan ayah serta seluruh keluarga kita mengenai kebaikan”
              Sesampainya di ruang tamu, Cantik menjamu tamunya dengan baik. Ia bercengkerama dengan teman-temannya. Percekcokan dengan ayahnya telah ia lupakan.
2 jam berlalu akhirnya acara usai.
              Cantik lelah namun ia memaksakan dirinya untuk bangkit melaksanakan shalat Isya, sebelum berbaring pada kasur empuk yang dimilikinya.
Selepas shalat Isya ia bertafakkur kepada Sang Khalik, bersimpuh, dan memanjatkan do’a agar keluarganya dengan segera terhindar dari berbagai macam bid’ah.
              “ Ya Allah tolong hambaMu ini. Kuatkanlah batinku dalam menghadapi sikap ayahku terhadap adat istiadat yang menghiasi roda kehidupanku.”
              Hari demi hari hari berlalu, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun berganti.  Cantik kini tumbuh menjadi seorang gadis ayu, shalihah dan berakhlak baik.
***
              Pagi pun tiba, sinar matahari menerobos daun-daun dan pohon-pohon. Para penduduk telah bergegas menuju kantor masing-masing. Anak-anak sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Di beberapa ruas jalan, tampak beberapa orang saling berpapasan, berbincang dan bercengkerama.
              Ransel sudah siap di punggungnya, lalu ia bersalaman dengan kedua orang tuanya. Pagi ini Cantik akan mengisi tausiah di beberapa majelis taklim. Itulah mengapa ia terburu-buru, takut terlambat sampai tujuan. Motor scoopy dibawanya bersama kebahagiaan yang ia rasakan. Cantik selalu bahagia, jika ada orang yang suka dengan tausiah yang ia sampaikan kepada orang banyak.
              Sesampainya di Jalan Bunga. Ia segera memarkir motornya dan melangkah masuk ke dalam rumah yang cukup asri itu.
              “ Assalamu’alaikum ibu.”
              “ Wa’alaikum salam, eh nak Cantik. Silahkan masuk nak, kami gelisah menunggu kehadiranmu.”
              “ He he he, maaf atas keterlambatanku bu. Telat bangunnya.”
              “ Tak masalah nak. Kalau begitu langsung kita mulai acaranya.”
Usai acara, Cantik segera berlalu meninggalkan ibu-ibu itu, kemudian menuju majelis taklim lainnya.
***
              Senja datang menghampiri, matahari tenggelam di balik cahaya merah, burung-burung camar telah kembali ke sarangnya. Begitu pula gadis ayu yang tengah mengendarai motor scoopynya kembali ke rumahnya. Namun adzan Magrib menghalanginya untuk melanjutkan perjalanan menuju rumahnya.
              Ia tengah mencari-cari mesjid di sekitar wilayah itu, tapi tak juga ia dapati. Selang  beberapa menit pencariannnya, ia akhirnya menemukan mesjid sederhana di pinggir jalan. Kemudian ia masuk untuk segera menunaikan kewajibannya.
              Mesjid sepi ketika ia memasukinya, tidak ada siapapun di bagian akhwat. Entahlah mengenai bagian ikhwan, ia tak memperdulikan hal itu. Segera ia melangkah menuju tempat wudhu. Selepas itu, ia mulai melaksanakan shalat Maghrib. Usai shalat Maghrib ia berdoa semoga perjalannnya menuju rumah selamat.
              “ Ya Allah, lindungilah aku dalam setiap jalan yang kulalui. Hindarkanlah aku dari setiap kejahatan yang ada di sekitarku. Hamba mohon Ya Robb.”
              Selepas berdoa Cantik bangkit dari duduknya dan bersiap-siap menuju parkiran untuk kembali  melanjutkan perjalanan pulangnya.
              “ Tunggu. sebaiknya kamu jangan keluar dulu, ada kerusuhan terjadi di luar sana.”
              Suara itu mengagetkannya, ia spontan berhenti di pintu mesjid. Ia tak mau berbalik karena ia tahu suara itu adalah suara seorang lelaki.
              “ Kamu menunggu di dalam saja.  Sampai kerusuhan itu mereda”, tambah lelaki itu.
              Akan tetapi, Cantik tak menghiraukan kalimat lelaki tersebut, lantaran ia tak mengetahui kepada siapa kalimat itu ditujukan. Karena kesal, lelaki itu menarik lengan Cantik seraya berkata, “ Apa kamu tak mendengar apa yang kukatakan? Atau semua wanita berjilbab itu seperti dirimu, sombong dan merasa paling benar hingga tak lagi membutuhkan nasihat orang lain?!”
              Cantik bergetar menahan tangis, ia diam tak tahu harus berkata apa-apa. Yang dapat ia lakukan hanya menyentakkan tangan lelaki tersebut kemudian pergi.
              “ Ada apa sih? “ gumam lelaki itu.

***
              Cantik tiba di rumah dengan mata sembab, kemudian berlari menuju kamarnya. Sesampainya di sana, ia duduk merenungi kejadian yang ia alami di mesjid. Setelah merasa lega, ia pun bangkit mengambil air wudhu kemudian menunaikan shalat Isya dengan khusuk. Ia memanjatkan do’a kepada zat yang tak pernah bosan mendengar beribu cerita, bahkan keluhan dari hamba-hambaNya.
              “ Ya Allah, apa ini semua salah hamba? Hamba hanya berusaha menjaga diri hamba dari marabahaya yang akan terjadi jikalau hamba lalai. Hamba benar-benar tak menduga bahwa tangan bejat itu akan mendarat di lengan hambamu ini. Ya Allah, apa aku telah hina, jika yang kulakukan tak ada unsur kesengajaan dari hatiku. Namun yang terjadi ternyata perbuatan yang dapat menghinakanku. Aku tahu Engkau maha mengetahui dan maha melihat, maka ampunilah aku Ya Robbi.”
              Waktu terus merambat, hari berganti minggu, dan minggu berbilang bulan. Cantik lupa kejadian di mesjid itu. Ia menjalani rutinitas kesehariannya seperti biasa, seolah-olah hal itu tak pernah terjadi. Walau hatinya merasakan luka yang mendalam akibat ketidak waspadaannya menjaga diri dengan baik.
              “ Ya Allah untuk kali ini aku berjanji untuk lebih waspada lagi.”doanya dalam hati.
***
              Mentari mulai menampakkan sinarnya di ufuk timur, burung-burung saling berkejaran di langit biru yang indah. Cantik keluar dari rumahnya dan bergegas ke majelis taklim, kali ini dengan berjalan kaki. Hanya sekedar untuk menikmati suasana pagi.
              Ketika hendak menyeberang jalan, sebuah mobil dengan kecepatan tinggi melaju dari arah beralawanan hendak menabraknya. Tanpa ia sadari sebuah tangan menariknya ke ujung jalan. Ia berbalik dan kaget ketika mendapati seorang lelaki berdiri tegap di hadapannya.  Sontak ia menghempaskan tangan lelaki itu.
              “ Astagfirullah, mengapa kau begitu lancang memegang tanganku?”
              “ Lancang? Apa maksudmu? Bukannya berterima kasih, kau malah mengataiku lancang.”
              “ Oh terima kasih atas pertolonganmu. Tapi aku akan lebih berterima kasih jika kau membiarkan diriku mati, daripada kau harus menyentuh wanita yang haram bagimu sepertiku.”
              “ Jangan terlalu percaya diri. Asal kamu tahu, aku melakukan ini hanya karena aku tidak mau menjadi saksi di peradilan atas kasus kematianmu yang ditabrak lari nantinya.”
              “ Terserah apa motif dan tujuanmu menolongku, tapi yang kutahu ‘terkena tusukan jarum besi lebih baik daripada menyentuh wanita yang diharamkan baginya’, itu sabda Rasulullah.”(H.R Ar-ruyani, At-Tabarani, Al-Munziri, dan Al-Baihaqi)
              “ Apa pengetahuanmu itu berlaku saat suasana genting seperti ini haaaa?!!”
Saat Cantik hendak angkat bicara, tanpa ia duga dalam gerakan cepat lelaki itu telah mendaratkan bibirnya di atas bibir Cantik. Cantik tersentak dan mendorong tubuh lelaki itu menjauh.
Plak
              Tamparan Cantik terdengar begitu keras.
              “ Kau menghinaku dengan perbuatanmu”, kata Cantik sambil berlalu.
              Lelaki itu memegang pipinya, sambil menatap punggung Cantik yang menjauh. Ada sakit yang menderanya. Lelaki ini merasa puas karena telah menghancurkan kehormatan Cantik. Namun entah mengapa ada rasa yang mengganjal di hati lelaki itu. Entah rasa bersalah atau bahagia, ia tak tahu.
***
              Hari demi hari berlalu, Cantik masih mengingat kejadian itu. Hari-hari menjadi kelam baginya. Ia hanya mengurung diri di dalam kamar. Ia merasa hina diperlakukan seperti itu. Permohonan ampun tak henti-hentinya ia panjatkan kepada Sang Khalik agar Dia berkenan memberi ampunan baginya atas kekhilafannya. Setelah kejadian itu, Cantik memulai hidup barunya dengan cadar yang kini menutupi wajahnya. Ia melangkahkan kakinya keluar dari kamar yang selama ini mengurung dirinya dan menjadi saksi atas keterpurukannya akibat kejadian itu.
              Ketika cantik keluar, ia dapati rumahnya dipenuhi tetangga dengan berbagai macam warna dan model telur yang dibawanya. Tak terasa air mata Cantik menetes mengeluarkan kesakit hatian yang dirasakannya. Sakit hati karena apa? Ya karena orang tuanyalah yang menjadi panitia dari acara itu. Hati Cantik bagai disayat belati melihat ayahnya memegang parsel telur terbesar di antara tetangga-tetangganya.
              “ Cantik, mau berangkat sekarang?’, sapa ibunya.
              “ Ibu, apa ibu tidak tahu kalau anakmu ini sudah tahu hukum dari semua ini? barazanji, maulidan, dan semua yang telah ibu lakukan di rumah ini, itu bid’ah ibu, menentang agama! Tak bisakah ibu memahamkan ayah apa yang sebenarnya yang ia lakukan ini? Cantik tahu hukum dari semua itu ibu, Cantik dosa kalau sampai membiarkan itu semua. Cantik...(huhu) “.Cantik tak lagi sanggup melanjutkan kalimatnya.
              Cantik pergi tanpa ada sepatah kata yang ia tujukan kepada ibunya. Sontak ibunya kaget, tak pernah sekalipun Cantik pergi tanpa pamit kepadanya. Tiga menit setelah berlalunya Cantik, handphone ibu berdering tanda sms masuk. Dibukanya pesan itu “maafkan aku bu”.  Ternyata itu pesan dari cantik, ibu menangis larut dalam isak tangisnya.
              Cantik terus berjalan, namun kejadian itu terus terngiang dalam pikirannya. Hati cantik sakit, sampai ia mendengar suara adzan yang begitu merdu dari balik pengeras suara di mesjid. Suara itu seolah-olah menjadi penyejuk hati Cantik seakan masalah yang baru dihadapinya tak pernah ia alami.
              “ Masya Allah seruanMu begitu indah” gumamnya sambil bergegas tak mau ketinggalan takbiratul ihram pertama dari imam mesjid itu.
***
              Ternyata muadzin yang dapat menggetarkan hati Cantik karena suaranya yang merdu adalah Baihaqi.
              Baihaqi mengubah seluruh gaya hidupnya menjadi orang yang lebih dekat dengan Allah. Perubahan itu didasari rasa resah akibat ingatan tentang apa yang telah ia lakukan terhadap Cantik.
              Setelah berdzikir Cantik bangkit hendak membangun istananya dalam syurga dengan menunaikan shalat sunnah rawatib. Namun tanpa ia sadari, sepasang bola mata tengah memandangnya dari kejauhan.
              Seusai shalat, Cantik memasang cadarnya dan bergegas keluar.
              “ Tunggu ! “, teriak lelaki itu.
              Cantik berhenti.
              Sepertinya aku mengenal suara ini”, katanya dalam hati.
              Cantik membalikkan badannya, ragu. Belum sempat Cantik berbalik sempurna.
              “ Maafkan aku”, katanya mengagetkan Cantik.
              Ya Allah, maafkan hamba. Hamba masih tak bisa memaafkan lelaki ini, “ kata Cantik dalam hati.
              Kemudian ia melangkah tanpa memperdulikan ucapan Baihaqi. Sementara itu Baihaqi menyesal karena tidak mendapat maaf dari Cantik.
***
              Hari berganti hari, bulan berganti bulan, matahari bersinar terang. Cantik tengah berada pada salah satu majelis taklim, melakukan rutinitasnya yaitu bertausiah. Selepas tausiah Cantik pamit pulang. Ia menyalakan mesin motornya seraya mengucapkan salam pada ibu-ibu itu.
              “ Assalamu’alaikum bu, duluan.”
              Dalam perjalanan Cantik kadang melamun tentang kejadian di mesjid itu. Ucapan permintaan maaf Baihaqi yang tulus. Namun hatinya terus menolak, ia masih tidak bisa memaafkan lelaki itu.
              Lama menyusuri setiap jalan dan keindahan panorama alam di sekitarnya, Cantik singgah di musollah kecil untuk melaksanakan shalat Ashar, karena adzan tengah berkumandang dengan merdunya memanggil setiap orang untuk berhenti dari aktifitasnya dan sejenak menyempatkan waktu untuk bertafakkur kepada Sang Khalik.
              Seusai shalat, Cantik melangkah keluar ke pelataran mesjid dan mengambil motornya kemudian bergegas pergi. Namun tiba-tiba sebuah suara mengagetkannya.
              “ Tunggu !”
              Lagi-lagi suara ini mengagetkannya.
              “ Apakah kau bisa mendengarkan penjelasanku kali ini saja? Aku ingin meminta maaf padamu atas perbuatanku di waktu dulu. Aku khilaf, aku sadar yang aku lakukan itu salah. Aku sudah bertaubat pada Allah dan kali ini aku ingin mendapatkan maaf darimu. Adakah sedikit celah di hatimu agar kau dengan ikhlas memaafkanku yang bejat ini?”
              Cantik berbalik, ia tak berani memandang wajah Baihaqi.
              “ Bagaimana kau mengenaliku, sedangkan aku memakai cadar?”
              “ Sekali lagi aku meminta maaf padamu, aku tak sengaja melihat wajahmu tadi saat kau tengah melaksanakan shalat.”
              “ Apa??!!, tak cukupkah kau menghinaku saat itu? Kau sudah membuat luka lagi di hatiku karena dengan lancang melihat wajahku??!!.”
              “ Maaf sekali lagi maaf, aku tak bermaksud seperti itu. Hanya saja aku kaget, ketika berbalik ke bagian akhwat kudapati dirimu tengah shalat tanpa memakai cadar. Dari situlah aku tahu bahwa kau adalah wanita yang kutolong dari kendaraan itu.”
              Perkataannya sangat sopan. Apakah ia telah berubah? Apakah ia kini menjadi sholeh?”, kata cantik dalam hati.
              “ Apakah kau mau memaafkanku dengan dosa-dosa yang telah kuperbuat padamu? Apakah aku bisa mendapat maaf darimu?”
              Ya Allah kuatkanlah aku, bismillah”, kata cantik dalam hati.
              “ Ia aku memaafkanmu. Allah saja memaafkan dosa-dosa hambaNya, jika hambaNya mau bertobat. Apatah lagi diriku, hanya seorang hamba yang lemah tak dapat berbuat apa-apa tanpa ridoNya. “
              “ Terima kasih akan ketulusan hatimu mau memaafkanku.”
              “ Aku pamit pulang, Assalamu’alaikum.”
              “ Wa’alaikum salam.”
***
              Tahun berganti tahun, Cantik makin memperkuat imannya. Keluarganya tengah berbincang-bincang membicarakan pernikahan Cantik yang akan dilaksanakan minggu depan. Cantik akan menikah dengan seorang muadzin di mesjid besar. Lelaki bernama Ahmad Baihaqi, lelaki yang dulu menolongnya di pinggir jalan. Lelaki yang mengejar-ngejarnya karena ingin mendapatkan permintamaafan darinya.
              Selepas kejadian di pelataran mesjid itu, Baihaqi sadar bahwa wanita yang ia temui pertama kali di pinggir jalan itu adalah wanita shalihah. Ia kini mengerti mengapa saat itu Cantik marah besar ketika ia mendaratkan bibirnya. Karena wanita itu merasa dihinakan.
              Masa ta’aruf (perkenalan antara akhwat dan ikhwan sebelum lanjut ke jenjang pernikahan) dengan Cantik sudah dilaluinya. Khitbah (lamaran calon suami kepada calon istri) sudah dilakukannya. Sebenarnya Baihaqi telah jatuh hati pada cantik ketika pertama kali bertemu dengannya.
              “ Jadi kesepakatan ini sudah mantap? Bagaimana dengan nak Baihaqi?”, kata ayah Cantik.
              “ Iya, siap Insya Allah. Mudah-mudahan semua berjalan lancar.”
***
              Pagi yang cerah tenda biru terpasang rapi di pelataran rumah cantik. Lamming (pelaminan)  berdiri kokoh dengan indahnya.
              Cantik sudah siap di kamarnya dengan pakaian adat khas Makassar terpasang di tubuhnya yaitu baju bodo. Ayahnya bersikeras mengikuti adat nenek moyang. Cantik hanya pasrah tak bisa berbuat apa-apa. Hanya doa yang dia lantunkan dalam hati. “ Ya Allah maafkan aku untuk kali ini.”
              Suara rebana terdengar di telinga Cantik, ia tahu rombongan Baihaqi sudah datang. Sementara itu Baihaqi kini berdiri tegap dengan wajah yang sumringah.  Erang-erang (hantaran/seserahan) dibawa serta oleh keluarganya.
              Ijab qabul sudah diucapkan oleh Baihaqi. Kemudian ia melangkah masuk ke kamar Cantik untuk memasangkan cincin di jari manisnya yang kini sah menjadi istrinya.
              Sesampainya ia di kamar Cantik, ia kemudian duduk dan memasangkan cincin. Cantik hanya tersenyum.
              “ Terima kasih mas, karena kau telah memilihku menjadi bidadarimu.”
              “ Justru aku yang berterima kasih padamu, karena kau mau menerimaku sebagai pendamping hidupmu.


Tamat.



Komentar